WELCOME

INI ADALAH BLOG BAGI SEMUA KALANGAN YANG MENCINTAI KEINDAHAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN SEMOGA BERMANFAAT BUAT SEMUANYA.....MERDEKA...!!!!

Wednesday, May 18, 2011

PeNyu

Penyu Belimbing

Penyu Belimbing
TABOB DI NU FIT ROA
Tabob (sebutan dalam bahasa Kei) atau dalam bahasa Indonesia disebut penyu belimbing merupakan suatu sumberdaya laut yang khas dan endemik di kawasan pesisir barat Pulau Kei Kecil khususnya di kawasan masyarakat adat Nu Fit Roah. Pandangan tentang ketersediaan Sumber Daya Laut (SDL) oleh sebagian besar masyarakat di Nu Fit Roah adalah “Tabob” merupakan sumberdaya yang tidak akan punah. Hal ini didasari pada anggapan masyarakat tradisional bahwa Tabob sebagai Tad (tanda), Ub (leluhur), dan makanan pusaka mereka. Ini membuat mereka dapat berburu tabob sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kelestariannya.
Melalui beberapa kajian, penelitian dan pendekatan yang telah dilakukan oleh tim SIRaN (NGO lokal yang peduli pada satwa ini) sebelumnya (diantaranya tahun 2004,2006,2007,2009) menjelaskan bahwa tingkat perburuan tabob untuk keperluan konsumsi saat ini sudah mulai berkurang. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang semakin tinggi dan jumlah tabob di alam semakin berkurang sehingga memicu kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya peran tabob bagi mereka. Diperkirakan kalau tidak ada tindakan pencegahan dalam bentuk konservasi maupun perlindungan lainnya (mis. penangkaran) dan dibantu dengan sedikit pemahaman serta informasi tentang tabob, maka mungkin saja pada tahun-tahun mendatang tabob hanya tinggal legenda bahkan bisa jadi menyisakan dogeng penghantar tidur bagi anak cucu Nu Fit Roah. Jika diijinkan untuk berbicara, mungkin tabob akan meminta kepada kita semua: “Umfangnan Am” (Sayangilah kami).
Masyarakat di Nu fit meyakini bahwa tabob yang ada di perairan Nu Fit berasal dari  laut Papua. Tabob akan datang di perairan Nu Fit dalam jumlah yang banyak ketika musim barat tiba (ditandai dengan bunyi Guntur di utara; bulan September-Pebruari). Tabob bisa “disuruh atau diperintah” berbalik, angkat kepala dan lainnya ketika mau ditikam; sangat jinak walau didekati dengan perahu. Tabob merupakan Tom – Tad (artinya tanda) bagi orang Nu Fit dan merupakan makanan pusaka dan tidak akan pernah punah. Tujuh garis yang terdapat pada punggung tabob adalah lambang milik orang Nu Fit. Tabob yang berkepala putih itu yang paling besar.
SELAYANG PANDANG TENTANG PENYU
Penyu laut digolongkan kedalam kelas Reptilia, termasuk kedalam ordo Testudines. Dari ordo ini terbagi lagi menjadi dua suku, yakni; Dermochelidae dan Chelonidae. Hampir dipastikan bahwa sebagian besar orang mengenal hewan laut ini.
Ciri-ciri morfologi:
~  Memiliki cangkang yang sering disebut kulit penyu.
~  Memiliki Bagian atas tubuh(Carapas) dan bagian bawah tubuh (Plastron)
~ Dapat dikenal bermacam-macam jenis penyu dengan cara memperhatikan cangkangnya. (ex. penyu lekang Lepidochelys olivacea dapat debadakan dengan penyu tempayan/penyu bromo Caretta caretta dikenal dari susunan plastronnya
~ Kulit bersisik, bernafas dengan paru-paru
~ Perkembangbiakan dengan bertelur. Setelah telur menetas, anak penyu dinamakan tukik.
~ Memiliki kelenjar garam di dekat matanya yang digunakan untuk menormalkan kandungan garam dalam darah jika darahnya mengandung terlalu banyak garam.
~ Penyu mempunyai alat pecernaan luar yang keras, untuk mempermudah menghancurkan, memotong dan mengunyah makanan
~ Ciri khas penyu secara morfologis terletak pada terdapatnya sisik infra marginal sisik yang menghubungkan antara karapas, plastron dan terdapat alat gerak berupa flipper. Flipper pada bagian depan berfungsi sebagai alat dayung dan flipper pada bagian belakang befungsi sebagai alat kemudi.
~ Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 kilometer dapat ditempuh 58 – 73 hari (Wikipedia,2007).
Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan oleh seekor penyu. Dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itupun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan predator alaminya seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik (anak penyu) tersebut menyentuh perairan dalam. Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jurassic (145 - 208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Penyu Archelon, yang berukuran panjang badan enam meter, atau juga penyu cimochelys, yang berenang di laut purba seperti penyu masa kini (Wikipedia,2007).
Fungsi cangkang penyu: melindungi hewan air ini dari pengaruh lingkungan dan beratnya relatif ringan sehingga memungkinkan hewan ini bergerak cepat dibandingkan dengan kura-kura darat. Ketika berenang, kaki penyu berubah bentuk menjadi dayung lebar yang agak memanjang sedikit sehingga memberikan kemampuan penyu untuk dapat berenang secepat ikan.
Jenis-jenis penyu laut:
Penyu laut terdapat di banyak perairan dunia. Tersebar di samudra Atlantik dan Pasifik, Laut Mediterania, Afrika Selatan, Perairan Asia Tenggara termasuk Indonesia, Australia, Jepang, dan beberapa perairan lainnya. Di Indonesia, ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia. Setidaknya ada 7 jenis penyu laut, yaitu:
1. Penyu belimbing (Dermochelys coriacea)
2. Penyu hijau (Chelonia mydas)
3. Penyu sisik (Eretmochelys imbricta)
4. Penyu bromo/penyu tempayan (Caretta caretta)
5. Penyu pipih (Chelonia depressa atau Natator depresus)
6. Penyu lekang (Lepidochelys olivacea)
7 Penyu lekang kemppi ( Lepidochelys kempi) belum ditemukan di Indonesia



1. Penyu belimbing (Dermochelys coriacea)
Mempunyai punggung yang diliputi kulit kuat dari zat tanduk yang disebut karapas. Karapas penyu ini tidak bersisik, tetapi ada lima sampai tujuh garis tebal yang memanjang dari leher sampai ekor. Panjang karapas mencapai 2,5 m dengan berat mencapai 1500 Kg, umurnya dapat mencapai 200 tahun lebih. Musim kawinn penyu ini berlangsung dari bulan Juni sampai Agustus, betinanya mendarat untuk meletakkan telur-telurnya di pasir hingga mencapai 80 butir. Penyu ini menggali pasir kira-kira 50 cm dalamnya dengan diameter 50 cm. Kemudian mereka bertelur dalam lubang dan menimbunnya kembali dengan pasir. Kegiatan in dilakukan kira-kira selama 2½ jam. Pasir itu kemudian mengerami sendiri telur-telur itu selama 6-8 minggu sampai menetas menjadi tukik yang keluar dari sarang untuk kemudian merangkak ke laut.
Penyu belimbing telah bertahan hidup selama lebih dari ratusan juta tahun, kini spesies ini menghadapi kepunahan. Selama dua puluh tahun terakhir jumlah spesies ini menurun dengan cepat, khususnya di kawasan pasifik, hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan penyu belimbing pasifik menjadi penyu laut yang paling terancam populasinya di dunia. Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia, populasinya hanya tersisa sedikit dari sebelumnya (2.983 sarang pada 1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984). Untuk mengatasi hal tersebut, pada tanggal 28 Agustus 2006 tiga negara yaitu Indonesia, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon telah sepakat untuk melindungi habitat penyu belimbing melalui MoU Tri National Partnership Agreement (WWF, 2008).
Gambar 1. Penyu Belimbing (IUCN, tanpa tahun)

Taksonomi Penyu Belimbung Menurut Jatu (2007):
Kingdom :  Animalia
Phylum :  Chordata
Class :  Sauropsida
Order :  Testudines
Suborder :  Cryptodira
Superfamily :  Chelonioidea (Bauer, 1893)
Family :  Dermochelyidae
Spesies :  Dermochelys coriacea

2. Penyu hijau (Chelonia mydas)
Penyu hijau dapat diidentifkasi berdasarkan adanya sepasang sisik prafrontal, yang merupakan sisik diantara kedua matanya. Ciri identifikasi ini mirip seperti penyu belimbing dan penyu tempayan yang mempunyai dua pasang prafrontal. Penyu hijau dapat dibedakan dari penyu pipih oleh tidak adanya sisik praokular dan karapas yang seperti kubah.    Penyu ini pada karapasnya terdapat empat pasang sisik dan di sekitar mata terdapat dua pasang sisik. Sisik pada jenis penyu ini tidak tumpang tindih. Panjang karapas penyu ini yang pernah dijumpai adalah 75-115 cm dan beratnya mencapai 300 kg.
Penyu hijau memakan semua tumbuh-tumbuhan yang hidup di laut (mis. Ganggang laut, lamun, lumut, dan ikan). Musim kawin dari penyu ini berlangsung antara Januari dan Mei. Penyu betina dapat bertelur antara 100 sampai 125 butir dalam sekali bertelur. Waktu pengeraman terjadi sekitar 50 sampai 60 hari. Umur penyu ini dapat mencapai 200 tahun.
Penyu hijau terdapat dimana-mana di perairan tropik dan subtropik. Di Indonesia, penyu ini terdapat di perairan pantai Jawa, Bali, Sumatra dan mungkin di semua perairan pantai yang landai di Indonesia. Di Bali, dagingnya dikonsumsi (dimakan) dan karapasnya dijadikan kerajinan tangan untuk para wisatawan.
Sebenarnya, penyu hijau dari dulu secara ekstensif telah diburu di Indonesia, terutama untuk dagingnya, telurnya juga dapat dikumpulkan dalam skala besar. Oleh karena itu, populasi dari penyu hijau di Indonesia menurun dengan cepat.
Tukik penyu hijau yang berada di sekitar Teluk California hanya memakan alga merah. Penyu hijau akan kembali ke pantai asal ia dilahirkan untuk bertelur setiap 3 hingga 4 tahun sekali. Ketika penyu hijau masih muda mereka makan berbagai jenis biota laut seperti cacing laut, udang remis, rumput laut juga alga. Ketika tubuhnya mencapai ukuran sekitar 20-30 cm, mereka berubah menjadi herbivora dan makanan utamanya adalah rumput laut (ikan mania, 2004).
Penyu Hijau
Gambar 2. Penyu Hijau (IUCN, tanpa tahun)

Pada tahun 1971, Hirth mengklasifikasikan penyu hijau sebagai berikut:
Kingdom :  Animalia
Sub Kingdom :  Metazoa
Phylum :  Chordata
Sub Phylum :  Vertebrata
Class :  Reptilia
Sub Class :  Anapsida
Ordo :  Testudinata
Sub Ordo :  Cryptodira
Family :  Cheloniidae
Spesies :  Chelonia mydas

3. Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)
Pada karapasnya terdapat empat pasang sisik samping dan pada sekeliling mata terdapat dua pasang sisik yang tumpang tindih. Kepalanya mempunyai paruh yang kuat seperti burung elang. Dengan paruhnya yang kuat, penyu sisik mudah mendapatkan makanannya yang tersembunyi di sela-sela batu karang. Makanannya berupa belukar laut, ubur-ubur, karang dan kepiting. Selama musim kawin, betinanya mendarat ke pantai tiga kali dan setiap kali mendarat ia bertelur mencapai 160 butir.
Penyu sisik atau dikenal sebagai hawksbill turtle karena paruhnya tajam dan menyempit/meruncing dengan rahang yang agak besar mirip paruh burung elang.
Sisiknya (disebut bekko dalam bahasa Jepang) banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri kerajinan tangan terutama di Jepang untuk membuat pin, sisir, bingkai kacamata dll. Sebagian besar bertelur di pulau-pulau terpencil. Penyu sisik selalu memilih kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur. Paruh penyu sisik agak runcing sehingga memungkinkan mampu menjangkau makanan yang berada di celah-celah karang seperti sponge dan anemon. Mereka juga memakan udang dancumi-cumi (Wikipedia, 2007).
Penyu Sisik
Gambar 3. Penyu Sisik (IUCN, tanpa tahun).

Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu sisik adalah:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Sauropsida
Ordo : Testudines
Sub Ordo : Cryptodira
Superfamily : Cheloniidea (Bauer, 1893)
Family : Cheloniidae (Oppel, 1811)
Spesies : Eretmochelys imbricata

4. Penyu Bromo/Penyu Tempayan (Caretta caretta)
Penyu ini dalam bahasa Inggris bernama loggerhead turtle. Termasuk dalam suku Chelonidae dan satu-satunya penyu yang mempunyai lima pasang sisik kostal. Kepalanya besar, plastronnya tidak berpori-pori dan kecoklat-coklatan, demikian juga dengan karapasnya. Penyu bromo dengan rahang yang sangat kuat terutama memakan Crustacea (udang) dan Mollusca (siput), juga avertebrata dasar laut. Penyu ini telah teramati di perairan Indonesia, tetapi sejauh ini belum ditemukan bertelur di pantai-pantai di Indonesia. Beberapa laporan menduga bahwa mereka mungkin bertelur pada pulau-pulau kecil di Sulawesi dan Maluku, dan merupakan penyu langka di Indonesia. Penyu ini bertelur bersama-sama dengan sejenisnya dalam kelompok besar. Penyu betina mampu menghasilkan telur mencapai 125 butir dan musim kawinnya dua sampai tiga kali setahun.
Penyu Bromo
Gambar 4. Penyu Tempayan/bromo (IUCN, tanpa tahun)

Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu tempayan adalah:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Sauropsida
Ordo : Testudines
Sub Ordo : Cryptodira
Superfamily : Cheloniidea (Bauer, 1893)
Family : Cheloniidae (Oppel, 1811)
Spesies : Caretta caretta

5. Penyu pipih (Chelonia depressa atau Natator depresus)
Penyu pipih dalam bahasa Inggris bernama flatback turtle. Pemberian nama flatback turtle karena sisik marginal sangat rata (flat) dan sedikit melengkung di sisi luarnya. Di awal abad 20, spesies ini sempat agak ramai diperdebatkan oleh para ahli. Sebagian orang memasukkannya ke dalam genus Chelonia, namun setelah diteliti dengan seksama para ahli sepakat memasukkannya ke dalam genus Natator, satusatunya yang tersisa hingga saat ini. Jenis ini karnivora sekaligus herbivora. Mereka memakan timun laut, ubur-ubur, kerang-kerangan, udang, dan invertebrata lainnya(Wikipedia,2007).
Penyu Pipih
Gambar 5. Penyu Pipih (IUCN, tanpa judul)

Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu pipih adalah:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Sauropsida
Sub Class : Anapsida
Ordo : Testudines
Sub Ordo : Cryptodira
Superfamily : Cheloniidea (Bauer, 1893)
Family : Cheloniidae (Oppel, 1811)
Spesies : Natator depressus



6. Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
Penyu Lekang dewasa bentuknya hampir bulat jika dilihat dari atas. Sisi lateralnya membengkok ke atas dan permukaannya mendatar. Penyu lekang dewasa mempunyai warna abu-abu pada bagian atas, dan berwarna krem atau keputih-putihan, dengan sedikit warna abu-abu pada sisi sebelah bawah. Tukik yang baru lahir ketika masih basah umumnya berwarna hitam dan kadang-kadang ada warna kehijauan pada sisinya dan pada akhirnya akan berwarna abu-abu pada bagian atas dan putih pada bagian bawah.
Penyu ini umumnya bersifat vegetarian, tetapi kadang-kadang juga memakan kepiting kecil. Penyu ini menurut penelitian dan penemuan sebelumnya dilaporkan bahwa di Indonesia penyu ini bertelur pada perairan Kepulauan Batu (Sumatra utara), Pulau Penyu dan Pulau Pagai (Sumatra Barat), Bengkulu, Nusakambangan (Jawa tengah) Bualu (Bali), dan beberapa perairan lainnya di Papua.
Penyu ini nyaris punah. Di Indonesia penyu ini telah dilindungi sejak 1980 karena dianggap telah langka dan penyebarannya terbatas.
Penyu Lekang
Gambar 6. Penyu Lekang (IUCN, tanpa tahun)

Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu lekang adalah:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Sauropsida
Ordo : Testudines
Sub Ordo : Cryptodira
Superfamily : Cheloniidea (Bauer, 1893)
Family : Cheloniidae (Oppel, 1811)
Spesies : Lepidochelys olivacea

7. Penyu Lekang Kemppi (Lepidochelys kempi)
Dalam bahasa Inggris spesies ini disebut sebagai Kemp’s ridley turtle. Tubuhnya mirip dengan penyu lekang hanya sedikit lebih besar. Kata Kemp’s pada Kemp’s ridley turtle digunakan untuk mengenang Richard Kemp yang telah meneliti jenis ini sehingga bisa dibedakan dengan penyu lekang. Tidak seorangpun tahu makna kata “ridley” di tengah nama mereka. Sebagian orang berpendapat kata tersebut mungkin berasal dari kata “riddle” atau “riddler” (teka-teki) karena memang teka-teki selalu ditimbulkan oleh penyu jenis ini.
Tidak ada yang tahu dari mana spesies ini datang dan di mana feeding ground mereka. Genus Lepidochelys ini sering kali melakukan peneluran secara bersama-sama dalam jumlah yang sangat besar yang dikenal dengan sebutan arribada (Spanyol) yang berarti arrival (Inggris). Pada 1947, Kemp’s ridley turtle melakukan peneluran yang sangat spektakuler dengan jumlah induk sekitar 40 ribu ekor bertelur secara bersamaan di pantai sepanjang 300 km di Rancho Nuevo (Mexico) di siang hari. Hal ini kemungkinan bertujuan untuk memastikan sebagian telur akan terselamatkan walaupan sebagian lagi akan dimakan pemangsa. Seperti halnya penyu tempayan, penyu lekang kempii termasuk jenis karnivora. Mereka juga memakan kepiting, kerang, udang dan kerang remis (Wikipedia, 2007). Jenis penyu ini belum banyak data yang diperoleh dari laporan-laporan penelitian di Indonesia, yang mungkin disababkan Indonesia bukanlah daerah ruaya dari penyu jenis ini.
Penyu Lekang kemppi
Gambar 7. Penyu Lekang kemppi (IUCN, tanpa tahun).

Menurut Jatu (2007), klasifikasi penyu lekang kempii adalah:
Kingdom :  Animalia
Phylum :  Chordata
Class :  Sauropsida
Ordo :  Testudines
Sub Ordo :  Cryptodira
Superfamily :  Cheloniidea (Bauer, 1893)
Family :  Cheloniidae (Oppel, 1811)
Spesies :  Lepidochelys kempi


Seiring dengan bertambahnya jumlah manusia, penyu mengalami berbagai kesulitan. Manusia seringkali merusak habitat tempat penyu bertelur. Manusia juga memburu telur-telur penyu dan penyu-penyu dewasa sehingga menurunkan tingkat pertumbuhan populasi penyu. Hal tersebut semakin diperparah dengan adanya polusi yang disebabkan oleh manusia berupa tumpahan minyak dari pengeboran minyak di lepas pantai dan plastik yang menyebabkan rusaknya ekosistem, termasuk juga ekosistem pantai dimana terdapat habitat dan tempat bertelur dari penyu.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk melestarikan penyu. Salah satunya adalah dengan pengelolaan kelestarian penyu yang berkelanjutan. Bentuk pengelolaan itu adalah melalui penangkaran penyu. Penangkaran penyu yang ada di Indonesia antara lain penangkaran penyu sisik di Pulau Pramuka, penangkaran penyu sisik di Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS), program penyelamatan penyu di Kuta, dan penangkaran penyu Sukamaju di Pekon Muara Tembulih. Dengan adanya pengelolaan ini, diharapkan masyarakat akan lebih peduli terhadap kelestarian penyu.
Proses Telur penyu

Umumnya proses penyu untuk bertelur selalu terjadi di pantai. Ketika seekor penyu terlihat bergerak dari laut menuju pantai, atau jika seekor penyu terlihat dipantai, kita sangat tidak disarankan untuk mengganggu penyu tersebut. Tahapan-tahapan yang akan dilakukan seekor penyu saat bertelur mesti kita pahami. Beberapa tahapan sangat sensitif terhadap gangguan, sedangkan beberapa tahapan yang lain masih bisa ditolerir oleh penyu. Berikut akan disajikan proses bertelur penyu yang dibagi dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

Siklus Telur Penyu
Bagan 1: Siklus Telur Penyu
Penjelasan:
Pada tahapan ke 1 sampai 4, penyu rentan terhadap gangguan. Apabila penyu merasa ada gangguan dan ancaman yang dapat membahayakn telur-telurnya, dia akan segera kembali ke laut. Tahapan 5, penyu akan menggunakan keempat ekstremitasnya menggali pasir untuk menanam tubuhnya.
Tahapan 6, lubang vertikal sedalam sekitar 60 cm dan selebar sejengkal orang dewasa akan digali oleh penyu dengan ekstremitas belakang. Pada tahap ini penyu masih mudah terganggu oleh pergerakan dan sinar.
Tahapan 7, sejumlah 80 hingga 150 butir telur akan dikeluarkan melalui kloaka.
Tahapan 8 dan 9, menunjukkan periode saat sensitifitas penyu relatif rendah; sinar, pergerakan dan sinar terang bisa ditolerir. Pada tahapan ini, akan ditandai penutupan lubang telur yang dilakukan dengan ekstremitas belakang dan lubang tubuh yang dilakukan dengan keempat ekstremitas.
Tahapan 10 dan 11, saat penyu bergerak ke arah laut, sinar akan cenderung membuatnya dis-orientasi. Sepanjang pada waktu dan arah yang sama tidak ada penyu yang naik ke pantai, kita masih bisa mengikuti gerakan penyu hingga batas air dengan berendap-endap.

Waktu yang dibutuhkan oleh seekor penyu dari saat muncul dari laut hingga kembali ke laut bervariasi antara 1 – 11 jam, tergantung jenis penyu, tingkat gangguan yang dihadapinya di pantai, serta kondisi fisik pantai yang bersangkutan. Umumnya penyu hijau hanya memerlukan waktu sekita 2 – 3 jam untuk melaksanakan proses ini dan penyu lekang bisa ± 1 jam saja.

Anakan Penyu
Gambar 8. Anakan (tukik) penyu yang kembali ke laut

Peta Perjalanan Penyu Belimbing
Sumber WWF, Satelite Tracking 2003-2007
Peta Perjalanan Penyu Belimbing

Ancaman Terhadap Penyu
Ancaman terhadap penyu dapat terjadi dalam bentuk:
1.      Ancaman kepunahan
a)  Pemangsaan telur penyu
Telur yang ditanam di dalam pasir merupakan tempat berlindung yang sangat penting. Sebelum menetas, telur-telur penyu seringkali tergali oleh induk penyu lainnya. Kepiting, tikus, biawak, dan hewan darat lainnya yang sering berada di pantai sangat suka memangsa telur penyu dan merupakan masa  sulit bagi telur-telur tersebut. Telur yang lolos dari pemangsaan (biasanya kurang dari 100%) akan menetas dan menjadi bayi penyu.
b)  Ancaman terhadap anak (tukik) penyu
Ketika telur menetas, muncullah bayi penyu yang kemudian berkembang menjadi anak penyu (tukik), kemudian merayap dan berenang menuju ke laut, burung elang dari ketinggian sudah mengincarnya. Selain itu, ketika sampai pada bibir pantai, ikan-ikan pelagis besar dapat memangsa penyu tersebut untuk tujuan yang sama; sebagai makanan bagi mereka. Anak peny penyu yang selamat akan berenang dan memulai hidup mereka di laut seperti layaknya ikan.
c)   Ancaman terhadap penyu dewasa
Walaupun sudah menjadi penyu dewasa, masih saja terdapat ancaman pemangsaan lainnya, seperti dimangsa oleh hiu dan paus.
d)  Ancaman wabah penyakit
Wabah penyakit bisa saja membunuh penyu beserta habitatnya secara menyeluruh. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pencemaran di kawasan tersebut yang manghasilkan bakteri atau virus yang mampu menembusi daya ketahanan badan penyu di kawasan tersebut. Selain itu, air laut yang telah tercemar juga dapat membunuh penyu maupun biota laut lainnya.
e)  Ancaman abrasi
Abrasi dapat mengurangi lokasi peneluran bagi penyu. Oleh karena pantai merupakan tempat untuk penyu menetaskan telur-telurnya, maka kehilangan pantai akibat abrasi akan mengancam regenerasi penyu yang akan datang.
f)    Perubahan cuaca dan musim
Suhu dan musim merupakan faktor penentu penetasan telur penyu oleh induk betinanya. Oleh karena itu, perubahan suhu dan musim sangat mempengaruhi jumlah telur yang berhasil menetas dan sel kelamin yang dihasilkan. Suhu pengeraman  yang melebihi 29 0C akan menghasilkan lebih banyak anak penyu betina; sedangkan suhu yang kurang dari 29 0C akan menghasilkan lebih banyak anak penyu jantan. Ketidak seimbangan jumlah antara penyu jantan dan penyu betina akan mengancam kewujudan penyu yang hanya matang pada kurung waktu 20 sampai 30 tahun.
2.      Ancaman lainnya
Selain ancaman alami, adapula ancaman lain yang berasal dari aktivitas manusia, seperti:
~ Pengambilan telur di pantai peneluran
~ Pembangunan fasilitas tertentu di lokasi peneluran
~ Eksploitasi berlebihan untuk dimakan atau sebagai umpan hiu
~ Aktivitas perikanan; jaring hiu dan trawl
~ Pemasaran terbuka terhadap beberapa jenis penyu

Daftar Pustaka:
- Bulletin Tun En Fit. Tim TABOB. Conservasi dan Advokasi. 2004
- Bulletin SIRAN. Conservasi dan Advokasi. 2004.
- Konservasi Penyu Belimbing di Kepulauan Kei.  Tabob_booklet3.pmd.
- Sri Juwana dan Romimohtarto,  2001. Biologi Laut. Suatu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.
- www.wikipedia.com.
- www. /abdulmalikfirdausseapiration.wordpress.com


Just Kidding Cerita Koyaan & Koarin
Kita dan Penyu
Kuarin: Koyaan aa…aa… Penyu ni su ada di bumi su lebih dari 250 juta tahun dan sudah termasuk hewan purba. Jutaan penyu sudah jalan ee keliling akang samudra yang katong tahu. Jang ko heran kalau katong banyak dengar cerita tempoe doloe tentang Penyu
Koyaan : Oh iyo, Koarin …….. ada binatang yang yang su ada di katong pung bumi ni dan su seng mungkin kembali lai.. contoh saja Dinosaurus
Koarin : ko tau ka tidak ka.. binatang-binatang itu punah karena gempa dan banjir yang paling besar, dan juga dengan akang pung bentuk badan yang paling besar su seng bisa lai dipertahankan hidup.
Koyaan : Iyo, itu memang betul. Tapi, sekarang ni su terlalu berlebihan karena penyebab kepunahan itu karena manusia yang suka tembak, memburu secara besar-besaran, merusak tempat makan, dan yang lebih sadis lai ambil telur-telurnya untuk dimakan.
Koarin : Iyo Koyaan, contoh kecil saja Tabob yang ada di Kei ni. Saya sedih koyaan, karena tabob tu akang su hampir punah.
Koyaan : Hhhmmm…., saya setuju deng ko..  kalau tabob yang hanya ada di kei khususnya di Nu Fit ni akang diambil terus, saya khawatir kebanggan Tun en Fit hanya tinggal cerita saja, katong su seng bisa liat akang lai…
Koarin : kalo begitu kau setuju ka seng, supaya mulai dari sekarang ni katong harus jaga dan lindungi tabob.
Koyaan : OK! Saya setuju… Mari katong sama-sama jaga dan lestarikan tabob untuk anak cucu nanti bisa liat akang lai…

SEJARAH TABOB
Pada masa sebelum terbentuknya batas wilayah Nu Fit Roah, tibalah di Nu Fit dua orang Musafir asal Bali. Mereka bernama Tabi dan Tabai. Perjalanan mereka waktu itu hanya menggunakan perahu dan untuk pertama kalinya menuju Indonesia Timur yaitu di Nuhu Roa (dalam bahasa Indonesia disebut Kei Kecil). Sebelum tiba di Nuhu Roa, mereka singgah dahulu di Pulau Kuur dan mereka sempat memancang bendera Sair Lak di tanjung Watsua  Song. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan sampai di Nuhu Roa melalui Nuhu Tawun (sekarang bernama Pulau Dullah) dan mendarat di Kalvik.
Setelah tiba di Nuhu tawun, mereka mengadakan perjalanan lagi dan tiba di suatu tempat bernama ohoi Vaan (dalam arti Indonesia disebut umpan dan sekarang bernama kampung Faan) dan mendarat di suatu tempat namanya Rumheng. Dan setelah turun dari perahu, mereka menuju di suatu tempat yang bernama Woma Furngas dan mendapat ijin untuk tinggal di ohoi Faan.
Setelah Tabi dan Tabai tinggal beberapa lama di Faan, mereka kemudian berangkat menelusuri pesisir barat pulau Kei Kecil menuju selatan pulau Kei Kecil tepatnya di kawasan Nu Fit.  Lalu mereka mendarat  dan bermukimbdi Arloon tanjung Yale. Barang-barang yang dibawa berupa Baanrit ditinggalkan di Faan. Di Nu Fit Tabi dan Tabai tinggal lama disana, Tabi kemudian beristrikan Dai, Tabai beristrikan Afmas. Tabi mempunyai seorang anak lelaki bernama Falikormas, sedangkan Tabai mempunyai anak perempuan bernama Boymas.
Suatu saat ketika Boymas hendak mencuci rambutnya dengan santan kelapa, tapi sebelumnya Boymas menjemur kelapa yang sudah diparut. Ternyata parutan kelapa itu tertiup angin termasuk juga nyiru tempat meletakannya. Boymas lalu menangis dan meminta kepada ayahnya untuk mencarikan nyiru tersebut. Tabi dan Tabai kemudian menyiapkan perahu mereka dan berlayar untuk melakukan pencarian. Perahu itu dilengkapi dengan Yatel untuk tali layar; Ngis untuk timba ruah; gurita untuk tali sauh, dan viarak untuk tali kemudi. Lus ditempatkan di ujung tiang layar. Setelah itu mereka menuju Dai-Kovyai. Setelah mereka tiba di Kovyai (sekarang disebut Kaimana, suatu pulau di Papua), dimana Kaimana waktu itu dikuasai oleh seorang raja bernama Badmar. Kehadiran Tabi dan Tabai ditolak disini dan selanjutnya mereka diserang oleh raja Badmar. Pertempuran tersebut menggunakan kekuatan alam. Pertarungan berlangsung sengit dengan disertai angin utara, Guntur dan kilat yang dilancarkan Rat Badmar dating silih berganti. Seranagn ini dengan mudah dapat dipatahkan dengan mudah oleh Tabai dan Tabi yang dibantu dengan kelengkapan Ngis, gurita, Lus yang mereka miliki. Serangan ombak dan badai yang dilancarkan Tabi dan Tabai tidak mampu dihadapai Raja Badmar dan rakyatnya, dan mereka kalah. Sebagai imbalannya, Tabi dan Tabai disilahkan memilih daratan atau pulau mana saja sebagai milik mereka. Ini sebagai Tatak Tab agar peperangan tidak berlanjut keluar. Raja Badmar juga memberikan mereka sejenis ikan bulus yang diberi nama tabob dan berpesan kepada mereka: “Pakailah daun batar dan melambailah maka dia akan mengikuti kalian”. Seorang penduduk Kovyai bernama Karas Bastul Karoi kemudian membuat kalung lalu dipasang di leher tabob. Selain itu diberikan pula Lanur Besbes sebagai penggiring tabob, dan pada pangkal ekor lanur besbes diberi gelang yang terbuat dari rotan. Setelah mendapat semuanya itu, Tabi dan Tabai kembali ke Nuhu Roa.
Tabi dan Tabai kembali ke Nuhu Roa melewati jalur Nuhu Mwar, Nuhu Tawun dan menuju Faan-Rumheng lalu masuk ke Woma Lorngas. Disini penduduk menolak untuk memelihara tabob dengan alasan takut tabob akan merusak lutur bila air laut surut. Akhirnya Tabi dan Tabai menyerahkan wuwur untuk dipelihara.
Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri tepi barat Nuhu Roa singgah dulu di Sit Ni Ohoi (dalam Indonesia disebut kampungnya kucing) untuk memangkur sagu disana. Mereka melewati Wair dan tiba di pulau dekat Ngursit. Setelah mendarat di Waab, melewati surut yang disebut meti Silak sahar di depan Ohoiren dan Ohoira.  Sesudahnya mereka berlayar dan melewati Somlain dan berlabuh di Tanjung Doan. Setiap tempat ada saja tanda yang ditinggalkan oleh kedua kakak-beradik ini.
Karena tidak menemukan tempat yang cocok untuk memelihara tabob dan Lanur Besbes, Tabi dan Tabib kemudian kembali dan singgah di Ngur mun watwahan. Disinilah Lanur Besbes dipelihara oleh Tabai. Sementara itu tabob dibawa ke Arlo’on dintara Tanjung Arat dan Laye (tabob ni lutur) dan dipelihara oleh Tabi. Dengan demikian Lanur Besbes dipelihara di Lair En Tel, sedangkan tabob di Tun En Fit.
Suatu saat Tabai ingin menikmati daging tabob. Maka Tabai pergi menemui saudaranya dan meminta seekor tabob. Permintaan ini dipenuhi tetapi dengan satu syarat “jangan menikam tabob yang bertanda putih di kepala, karena itu induknya. Bila ditikam, ia akan memutus tali, menjadi liar dan ganas, membongkar lutur sehingga semua tabob akan keluar dari tempat pemeliharaan”.
Setelah mendapat ijin dari saudaranya, Tabai langsung ke laut. Disaat yang sama muncul tabob bertanda putih di kepala. Tanpa menghiraukan peringatan Tabi, induk tabob tersebut ditikam. Benar adanya, tabob ditikam….kemudian menjadi ganas, memutus tali, membongkar lutur dan akhirnya KELUAR… !!!! Sebelum keluar dari lutur, tabob berpesan: “bila kamu mencari dan ingin menemukan kami maka bekal makanan dan minuman harus sudah habis barulah berjumpa di meti Ngan Ten Baf ”.
Begitulah ceritanya. Maka dari itu, para leluhur telah menerima tabob sebagai Ub. Bila ada persidangan tertinggi di kawasan Nu Fit yang disebut Siran maka tabob yang dianggap sebagai moyang atau leluhur itu harus dihadirkan. Untuk mengundang tabob untuk hadir hanya bisa dilakukan oleh marga Reyaan Hemas (Ohoidertutu)

No comments:

Post a Comment